"Attā hi attano nātho, ko hi nātho paro siyā
Attanā hi sudantena, nāthaṁ labhati dullabhan’ti
Diri sendiri adalah pelindung bagi diri sendiri, siapa lagi yang bisa melindungi?
Dengan diri sendiri sesungguhnya seseorang memperoleh perlindungan yang sangat sukar didapat."
(Dhammapada 160)
Mengapa ada manusia yang terlahir sehat dan ada manusia yang terlahir cacat, ada yang terlahir di keluarga kaya dan ada yang terlahir di keluarga miskin, ada yang terlahir pintar, ada pula yang cacat mental? Barangkali pertanyaan demikian sangat sering ditanyakan seseorang terlebih apabila keadaan kehidupannya kurang baik. Pertanyaan ini menjadi semakin rumit apabila kita menyadari bahwa terkadang ada saja individu yang sangat tidak beruntung, begitu lahir sudah mengalami sakit yang berat, misalkan seorang anak bayi yang lahir dengan katup jantung yang tidak sempurna, yang begitu dilahirkan hanya mengalami penderitaan selama berbulan-bulan dan akhirnya meninggal.
Ajaran Buddha memiliki jawaban yang sangat sempurna untuk pertanyaan-pertanyaan terkait misteri kehidupan demikian. Sang Buddha yang tercerahkan sempurna dengan pikirannya yang bersih, tenang, bebas dari kekotoran batin, suci, lentur, fleksibel, mantap, dan tidak goyah memiliki kemampuan dibbacakkhu (mata dewa) yang mana Sang Buddha mampu mengingat kembali kehidupan-kehidupan Beliau sebelumnya, serta dapat melihat kelangsungan hidup makhluk-makhluk di berbagai keadaan hidup serta keadaan-keadaan yang sesuai dengan hasil perbuatan-perbuatan kammanya. Sang Buddha menjelaskan bahwa keberagaman keadaan hidup makhluk hidup ditentukan oleh kamma masing-masing individu.
Seseorang dapat terlahir dengan keadaan yang baik misalkan keluarga yang lengkap, jasmani yang sehat, berkecukupan, pintar, dan rupawan dijelaskan oleh Sang Buddha disebabkan oleh kebajikan-kebajikan yang telah dilakukan di kehidupan lampau makhluk tersebut. Ia yang menghindari pembunuhan makhluk hidup dan mau memperlakukan makhluk lain dengan cinta kasih, maka tubuh yang sehat akan ia dapatkan. Ia yang senang berdana kepada makhluk lain dan menghindari mengambil barang yang bukan miliknya, akan hidup tanpa kekurangan di kehidupan-kehidupannya yang akan datang. Sebab-sebab kehidupan yang membahagiakan dijelaskan oleh Sang Buddha disebabkan oleh tindakan-tindakan bajik seseorang. Begitu pula sebaliknya, kehidupan yang penuh penderitaan disebabkan oleh tindakan-tindakan jahat makhluk hidup tersebut.
Menariknya, ajaran Dhamma mengenai kelahiran ulang makhluk hidup atau dikenal dalam Bahasa Pali Punabbhava telah terbukti dengan bukti-bukti kuat yang didapatkan dari hasil-hasil penelitian para ilmuwan. Para ilmuwan mempelajari kasus-kasus mengenai anak-anak yang dapat mengingat kehidupan lampaunya. Dr. Ian Stevenson, M.D dari Universitas Virginia USA adalah salah satu peneliti paling besar dalam kasus-kasus kehidupan lampau dan telah menerbitkan hasil-hasil dari penyelidikan dan penelitiannya dalam beberapa buku, dua diantaranya berjudul: Twenty Cases Suggestive of Reincarnation, dan Sri Lanka Cases of Reincarnation Type. Peneliti lainnya bernama Brian L Weiss, M.D. juga mengeluarkan buku terkait pasien-pasiennya yang terganggu oleh trauma kehidupan lampau mereka dengan judul Many Lives, Many Masters: The True Story of a Prominent Psychiatrist, His Young Patient, and the Past-Life Therapy That Changed Both Their Lives.
Memahami bahwa kehidupan ini tidak berakhir begitu saja ketika tubuh jasmani kita ini mati maka kita perlu untuk senantiasa berbuat baik dan menghindari kejahatan agar kehidupan yang bahagia dapat kita peroleh. Sang Buddha mengajarkan kita hukum Kamma-Vipāka dengan begitu jelas, agar kita berbuat hal-hal baik yang menghasilkan kebahagiaan untuk kehidupan kita. Sang Buddha juga mengajarkan empat kebenaran mulia dan keseluruhan Dhamma kepada kita, agar kita tidak hanya berbahagia di kehidupan ini namun juga dapat dengan segera melenyapkan segala bentuk penderitaan pada diri kita serta dengan segera dapat merealisasikan Nibbāna.