Selasa, 06 Feb 2018
Utthanenappamadena, sannamena damena ca, dipam kayiratha medhavi, yam ogho nabhikirati.
Dengan usaha yang tekun, semangat, disiplin dan pengendalian diri, hendaknya seorang bijaksana membuat pulau bagi dirinya sendiri, yang tak dapat ditenggelamkan oleh banjir.
( Syair Dhammapada Appamada-Vagga, 25 )
Dalam kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat, sering kita jumpahi sebagian orang kalau diberi penjelasan mereka langsung mengerti, ada sebagian orang butuh penjelasan lebih rinci baru mereka mengerti, ada sebagian orang lagi harus diberi penjelasan secara bertahap atau terus-menerus baru mereka mengerti, dan ada sebagian orang setelah diberi penjelasan berulangkali secara berkelanjutan masih belum mengerti juga. Orang seperti ini sulit menerima nasihat yang baik dari orang lain. Demikianlah hal ini sering terjadi dalam masyarakat.
Dikisahkan setelah Bodhisattva Siddhattha Gotama mencapai Pencerahan atau menjadi Buddha pada usia 35 tahun. Pikiran ini timbul pada Beliau, ”Dhamma yang kutemukan ini sungguh dalam, halus dan sulit untuk dimengerti. Dhamma ini tidak dapat diartikan dengan pikiran semata. Dhamma ini akan dimengerti oleh orang yang bijaksana. Saat ini orang-orang akan merasa sulit untuk mengerti Dhamma, mereka terjebak oleh kesenangan duniawi dan melekat didalamnya. Dhamma ini menuju ke Nibbana, yaitu padamnya semua hal yang terkondisi. Jika Saya ajarkan Dhamma ini kepada para dewa dan manusia, apakah mereka bisa mengerti?”.
Menyadari apa yang sedang dipikirkan oleh Yang Terberkahi. Brahma Sahampati menghilang dari alam Brahma dan dalam sekejap muncul dihadapan Yang Terberkahi. Setelah memberi hormat kepada-Nya. Ia memohon seraya berkata: “Bhante yang penuh dengan belas asih, semoga Bhante berkenan mengajarkan Dhamma kepada semua makhluk hidup, baik manusia, para dewa dan brahma. Sebab ada sebagian makhluk di dunia yang memiliki sedikit debu dimata mereka, akan sangat kehilangan bagi mereka, apabila tidak mendengarkan Dhamma dari Yang Terberkahi”.
Setelah mendengar permohonan dari Brahma Sahampati dan didorong oleh rasa welas asih yang sangat dalam. Beliau melihat seisi dunia ini dengan Mata Buddha. Dan terlihat dengan jelas, ada sebagian manusia yang mampu mengerti Dhamma dengan baik.
Didalam Anguttaranikaya Catukkanipata ( An. Ca. 21 / 183 ) menjelaskan, terdapat 4 jenis tingkat manusia, yaitu :
- Para Jenius ( Ugghatitannu )
Manusia yang dapat mengerti Dhamma hanya dengan mendengarkan inti pokok dari ajaran tersebut. Seperti bunga teratai yang muncul diatas permukaan air dan akan mekar setelah mendapat sinar mentari dipagi hari.
Kisah Sariputta dan Moggalana.
Dikisahkan saat memasuki tahun kedua Yang Terberkahi membabarkan Dhamma. Saat itu Sariputta bertemu dengan Bhante Assaji dan bertanya padanya, “Apa yang diajarkan Guru Anda?”. “Sahabat, saya tidak dapat mengajarkan Dhamma secara bertahap kepada Anda, namun saya akan mengatakan kepada Anda secara singkat”. Kemudian Bhante Assaji mengucapkan syair ini, “Segala sesuatu timbul ada sebab, Yang Terberkahi telah temukan penyebabnya. Dan cara untuk menghentikannya. Demikianlah ajaran yang diajarkan olehNya ”. Saat itu juga Sariputta mencapai tingkat kesucian Sotapatti. Ketika Sariputta bertemu dengan sahabatnya Moggalana dan mengulang kembali syair yang didengarnya. Saat itu juga Moggalana mencapai tingkat kesucian Sotapatti. Mereka berdua mencapai tingkat kesucian yang sama.
- Para Intelektual ( Vipacitannu )
Manusia yang memiliki tingkat kecerdasan atau disebut para intelektual, yang memerlukan keterangan dan uraian lebih lanjut sebelum mereka mencapai Pencerahan. Seperti bunga teratai yang masih berada dibawah permukaan air, akan muncul diatas permukaan air pada hari berikutnya.
Kassapa Bersaudara
Pada tahun pertama Yang Terberkahi membabarkan Dhamma. Perjalanan dilanjutkan hingga sampai di Uruvela. Karena hari mulai gelap saat Yang Terberkahi tiba di sana. Lalu meminta izin untuk bermalam kepada Kassapa Bersaudara. Saat duduk bersila, Raja ular naga menjadi murka melihat Yang Terberkahi berada disana. Raja ular naga mengarahkan seluruh tenaga beserta kekuatannya untuk menyerang Yang Terberkahi dan Raja ular naga inipun dapat ditaklukkan oleh Beliau dengan Cinta Kasih. Mengetahui hal ini, Kassapa Bersaudara mengundang Yang Terberkahi untuk tinggal disana. Selama tinggal di sana, Yang Terberkahi banyak menunjukkan kekuatan batinNya, sebanyak 16 kali untuk meluruskan pandangan salah dari Kassapa Bersaudara. Selama hampir 3 bulan, Yang Terberkahi bersabar dan menunggu saat yang tepat, hingga Kassapa Bersaudara menyadari kesalahan pandangannya dan menjadi pengikut Yang Terberkahi, beserta 1.000 orang pengikutnya dan mereka semua ditahbiskan menjadi bhikkhu. Ketika Sang Guru membabarkan Dhamma tentang “Segalanya sedang Terbakar” Kassapa Bersaudara dan 1.000 orang bhikkhu lainnya terbebas dari kekotoran batin dan semuanya mencapai tingkat kesucian Arahatta.
- Mereka yang dapat dilatih ( neyya )
Manusia biasa pada umumnya, mereka ini tidak terlalu pandai dan tidak terlalu bodoh serta tidak terlalu bijaksana. Orang-orang ini membutuhkan latihan yang terus-menerus sebelum mereka mencapai Pencerahan. Seperti bunga teratai yang masih berada didalam permukaan air, memerlukan waktu yang lebih lama untuk tumbuh dan berkembang diatas permukaan air serta membutuhkan sinar mentari pagi pada hari-hari berikutnya.
Culla Panthaka
Pada tahun keduapuluh satu Yang Terberkahi membabarkan Dhamma. Saat itu tabib Jivaka Komarabhacca membawa untaian bunga yang berlimpah dan pergi ke tempat Yang Terberkahi, setelah menghormat kepada Beliau, lalu menghampiri Maha Panthaka Thera sebagai pengurus Sangha dan bertanya padanya. “Bhante, ada berapa bhikkhu yang tinggal di vihara ini bersama dengan Yang Terberkahi?”. “Ada 500 bhikkhu“ jawab Maha Panthaka Thera. “Besok Bhante, bawalah mereka semua bersama Yang Terberkahi untuk bersantap di rumah kami”, pesan tabib Jivaka kepada Maha Panthaka Thera. Saya menerima undangan anda untuk semua bhikkhu, kecuali Culla Panthaka. Beliau adalah seorang umat yang mudah putus asa dan tidak mengalami kemajuan dalam Dhamma. Karena merasa dirinya tidak diundang, dia merasa kecewa dan putus asa. Ketika hari menjelang pagi, dia bersiap-siap untuk pulang, kembali menjalani kehidupan sebagai perumah tangga. Pagi itu, saat Yang terberkahi melihat dunia dengan penuh cinta kasih. Mengetahui keadaan Culla Panthaka, lalu Beliau mendahuluinya sampai dipintu gerbang yang akan dilalui oleh Culla Panthaka. Tatkala Culla Panthaka berjalan dan bertemu dengan Yang Terberkahi serta memberi hormat padaNya, lalu Beliau membawa dan memintanya duduk di tempat yang telah disediakan. Beliau lalu menciptakan sepotong kain bersih, memberinya dan berkata , “Culla Panthaka, tetaplah disini, hadaplah ke arah timur, gosoklah kain ini, apabila setelah selesai, katakanlah “Hilang semua kekotoran batin”, inilah pesan Yang Terberkahi“. Saat menggosoknya, kain ini menjadi kotor. Timbul dalam pikirannya, “Kain ini tadinya bersih, namun oleh tubuh ini kain telah kehilangan sifat aslinya dan menjadi kotor”. “Segala Sesuatu adalah tidak kekal adanya”. Saat itu Yang Terberkahi menampakkan wujudNya dan berkata, “Nafsu keinginan, kebencian dan kebodohan inilah kekotoran batin. Para bhikkhu sepantasnya memadamkan kekotoran batin ini. Dan hidup penuh keyakinan tanpa kekotoran”. Diakhir kata Beliau, Culla Panthaka mencapai tingkat kesucian Arahatta.
- Manusia yang tidak dapat dilatih ( Padaparama )
Manusia yang tidak memiliki pengertian Dhamma dalam kehidupan ini. Mereka yang masih buta oleh kondisi-kondisi duniawi. Tidak ada hasil yang dapat mereka capai atau harapkan pada kehidupan ini. Seperti bungai teratai yang berada didalam permukaan air dan habis dimakan oleh ikan dan kura-kura, sehingga tidak ada harapan untuk tumbuh dan berkembang diatas permukaan air.
Cincamanavika
Kejadian ini terjadi pada tahun ketujuh Yang terberkahi membabarkan Dhamma. Sejak Yang Terberkahi mulai menyebarkan Dhamma, jumlah siswanya bertambah banyak. Hidup suci yang diajarkan oleh Yang Terberkahi beserta para siswaNya mendapat dukungan dari umat awam. Sehingga banyak orang yang berdana kepada anggota Sangha. Sebaliknya, pengaruh dari kaum Brahmana semakin memudar, persembahan yang diberikan kepada mereka makin berkurang. Keadaan seperti ini menimbulkan rasa benci dan irihati kaum Brahmana kepada bhikkhu Sangha. Secara diam-diam mereka berkumpul dan menyusun rencana untuk merusak nama baik Yang Terberkahi dengan cara menfitnahNya.
Saat itu, hiduplah seorang perempuan Brahmana di Savatthi, bernama Cincamanavika. Dia memiliki kecantikan dan keanggunan bagai peri serta tubuhnya memancarkan cahaya. Lalu kaum Brahmana ini memanggilnya dan berkata padanya, “Bhikkhu Gotama telah merampas kehormatan kami, yang semestinya kami peroleh”. Mendengar hal itu, Cincamanavika menawarkan diri untuk membantu dan menyelesaikan masalah yang sedang mereka hadapi.
Cincamanavika mulai melaksanakan tugas jahatnya pada hari itu juga. Dia tahu setiap hari menjelang senja banyak orang baru pulang dari Vihara Jetavana, setelah mereka mendengarkan khotbah Dhamma dari Yang Terberkahi. Setelah mempercantik dirinya dan berpakain merah, dia berjalan menuju ke Vihara Jetavana sambil membawa bunga dan wewangian ditangannya. Apabila dalam perjalanan ada yang bertanya, dia akan menjawab, “Apa maksudnya bertanya kemana aku harus pergi?”. Dia berjalan melewati Vihara Jetavana dan bermalam di dekat Vihara, tempat kaum Brahmana itu berada. Saat fajar menyingsing dia baru kembali ke kota Savatthi dan berpura-pura seolah dia bermalam di Vihara Jetavana. Apabila dalam perjalan pulang ada yang bertanya, dia akan menjawab, ”Apa gunanya mengetahui di mana semalam aku tidur?”. Demikianlah tingkah lakunya, yang menimbulkan orang banyak curiga. Setelah menjelang sembilan bulan, Cincamanavika mengikat kayu diperutnya dan berpakaian merah serta memukul tangan dan kakinya dengan tulang hewan hingga membengkak, seperti seorang yang sedang hamil tua dan letih.
Saat hari menjelang senja, Yang Terberkahi sedang membabarkan Dhamma kepada umatNya dalam jumlah yang banyak. Secara tiba-tiba Cincamanavika muncul dihadapan Yang Terberkahi dan menfitnahNya dengan tuduhan palsu. Kejadian ini membuat tahta Dewa Sakka menjadi panas, Dewa Sakka mengetahui Cincamanavika sedang menfitnah Yang Terberkahi. Dewa Sakka segera turun ke bumi bersama empat sosok dewa yang telah mengubah wujud mereka menjadi empat ekor tikus kecil, dalam sekejap tiba di Vihara Jetavana.Tikus-tikus ini masuk kepakaian Cincamanavika dari bawah tanah, dengan sekali gigitan, tali yang mengikat kayu diperut Cincamanavika langsung terputus. Kayu ini jatuh melukai kakinya. Orang-orang yang hadir di vihara akhirnya menyadari tipuan Cincamanavika, sehingga mereka mengusirnya dan dia berlari secepat mungkin, namun tak jauh dari Vihara dimana dia berpijak, tanah terbelah dan api yang berada didalam tanah menelannya hidup-hidup. Cincamanavika terlahir di alam neraka.
Setelah melihat keempat jenis tingkat manusia tersebut, Yang Terberkahi memiliki tekad yang kuat dalam menyebarkan Dhamma.
Beliau berkata, “Pintu menuju tiada kematian, Nibbana telah dibuka. Akan Saya sebarkan Dhamma yang indah pada awalnya, indah pada pertengahan dan indah pada akhirnya ini kepada semua makhluk hidup. Bagi mereka yang memiliki keyakinan dan mendengarkan Dhamma dengan baik, akan bersama-sama memetik hasilnya”.
Pustaka:
- Dhamma Vibhaga terbitan Vidyasena
- Kronologi Hidup Buddha terbitan Ehipassiko Foundation
- Dhammapada Atthakata terbitan ITC Medan
- Dhammapada terbitan terbitan Bahussuta Society
Oleh : Bhikkhu Indamedho