Tentang Vihara

“Para Umat Buddha hendaknya mampu dengan bijaksana memisahkan antara Buddha Dhamma yang diuraikan dengan perilaku pribadi Dhammaduta” -Bhikkhu Uttamo Mahathera-

tab1

1989 - 1994 Gagasan Awal

Gagasan awal untuk mendirikan sebuah vihara di kawasan Perumahan Kelapa Gading Permai timbul pada tahun 1989. Pada waktu itu, Romo R. Surya Widya mendengar cerita dari putrinya yang duduk di sekolah menengah pertama di kawasan tersebut. Ceritanya adalah tentang suasana belajar agama Buddha di sekolahnya yang dirasakan kurang nyaman, karena dilakukan di ruang praktikum biologi.

Kegalauan yang dirasakan putrinya tersebut membuat Romo R. Surya Widya bertekad untuk mendirikan sebuah tempat ibadah dan belajar agama Buddha yang layak bagi murid-murid beragama Buddha di sekolah tersebut. Selanjutnya Romo R. Surya Widya meminta putrinya untuk mengundang para orangtua dari teman-temannya yang beragama Buddha untuk membahas tentang cara mewujudkan sarana belajar agama Buddha yang layak di kawasan Kelapa Gading Permai. Rupanya kegalauan dan kehendak serupa juga dirasakan oleh para orangtua lainnya, sehingga pada tanggal 3 September 1989, Romo R. Surya Widya berhasil mengumpulkan beberapa orangtua murid dan warga Kelapa Gading yang beragama Buddha untuk membahas lebih lanjut pemecahan masalah diatas. Pada pertemuan pertama tersebut langsung berhasil disepakati pembentukan Panitia Sementara Pengadaan Vihara. Susunan Panitia tersebut adalah sebagai berikut:

Ketua Dr. R. Surya Widya, SpKJ
Wakil Ketua Tjendra Wuitono
Sekretaris Sandhya Ananda SH
Bendahara Lim Giol Siong

Setelah pertemuan tersebut, Panitia Sementara Pengadaan Vihara berhasil mengajak lebih Banyak umat Buddha di kawasan Kelapa Gading dan sekitarnya untuk mendukung pendirian vihara.

Untuk merealisasikan cita-cita pendirian vihara itu, maka pada tangga 12 September 1989, panitia mengirimkan surat pemberitahuan kepada pihak pengembang PT. Summarecon Agung bahwa telah terbentuk Panitia Sementara Pengadaan Vihara di Kelapa Gading Permai serta harapan agar dapat diberikan lahan untuk membangun sebuah vihara.

Setelah dua bulan berlalu belum menerima jawaban dari PT. Summarecon Agung, Panitia mengirimkan surat kedua. Sambil menunggu jawaban dari pihak pengembang, panita terus mengadakan pertemuan demi pertemuan, secara bergantian di rumah Romo R. Surya Widya dan rumah Ir. Nandya Widya. Pada akhrinya panitia memutuskan untuk membeli sebuah rumah pojok (hoek) untuk dijadikan vihara sementara.

Keputusan panitia untuk membeli sebuah rumah pojok untuk dijadikan vihara sementara lalu diumumkan pada tanggal 16 Desember 1989 dalam rapat di aula Sekolah Dasar Tunas Karya di jalan Summagung III Kelapa Gading Permai yang dihadiri oleh sebagian besar orangtua murid serta warga Kelapa gading yang beragama Buddha.

Hasil rapat tersebut perihal kehendak membeli sebuah rumah pojok untuk vihara disampaikan panitia melalui surat kepada PT. Summarecon Agung. Tanggapan positif diperoleh dari Bapak H. Zaelani Zein selaku Direktur PT. Summarecon Agung, yang mengarahkan dan menunjuk lokasi rumah pojok di Jalan Pelepah Raya Blok WX1 No.l Kelapa Gading Permai untuk dijadikan sebagai vihara sementara.

Menindaklanjuti penunjukan lokasi tersebut, panitia pada tanggal 20 Desember 1989 langsung meminta ijin kepada para warga yang merupakan tetangga rumah pojok dimaksud. Sungguh menggembirakan, para tetangga tersebut secara lisan menyetujui rumah tersebut dijadikan sebagai tempat kebaktian dan kegiatan agama Buddha. Keesokan harinya, Panitia Sementara Pengadaan Vihara membayarkan tanda jadi sebesar Rp. 35.000.000,- untuk pembelian rumah pojok tersebut kepada PT. Summarecon Agung. Sedangkan sisa harga rumah yang seluruhnya Rp 73.940.000,- (setelah diberi potongan 25%) disetujui untuk dicicil pembayarannya selama satu tahun. Dana untuk melunasi rumah pojok tersebut berhasil diperoleh dari sumbangan. Untuk uang muka panitia memperoleh dana sukarela dari Janita Widya, Budi Suyanto, Dr. R. Surya Widya, Dra. Winny Widya, Dr. Dharma K. Widya, Ir. Nanda Widya, Yayasan Nalanda, Sim Tjong Fen, Sim Tjong Kie, Ku le Hin, Ciu Hong Cin, Wongso Hasyim, Sandhya Ananda, SH, dan Tjendra Wuitono.

1995 -1998 Pembangunan Vihara Buddha Sasana

Setelah semua prosedur dan kelengkapan administratif terpenuhi, pada tanggal 27 Januari 1995 Yayasan Buddha Sasana menerima surat persetujuan ijin prinsip untuk pembangunan vihara di atas tanah fasilitas umum / sosial yang ditunjuk. Dengan diperolehnya ijin prinsip pembangunan vihara, maka Yayasan Buddha Sasana melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Membuat surat edaran untuk mengumpulkan dana yang dibutuhkan.
  2. Menghadiri rapat-rapat membahas pembangunan vihara yang diadakan di kantor PT. Summarecon Agung dan dihadiri oleh Ir. Soetjipto Nagaria, lr. Sunardi Rusli, Johannes Mardjuki, Dewi H. Tandika SH, Ir. Tonny Coason, dr. R. Surya Widya, Tjendra Wuitono, Sandhya Ananda SH, Dra. Komalasari Sidarta, dan lr. Ariya Chandra.
  3. Membentuk Panitia Pembangunan Vihara bersama dengan PT. Summarecon Agung, dengan susunan personalnya sebagai berikut:
Ketua Ir. Sunardi Rusli (PT SA)
Wakil Ketua Tfendra Wuitono (YBS)
Koor. Bid. Teknik Ir. Lukito Wahyuni (PT SA), Ir. Ariya Chandra (YBS)
Koor. Bid. Legal Dewi H. Tandika SH (PT SA), Sandhya Ananda SH (YBS)
Bendahara Dra. Komalasari Sidarta (PT. SA), Ellen Oey (YBS)
Sekretaris Dharmawati Djajaputra SH (PT SA)

Sesaat sebelum pembangunan dilaksanakan kami mendapat kunjungan dari 9 Bhikku Sangha yang dipimpin oleh Bhikkhu Sombat Pavitto Mahathera yang telah membacakan Paritta suci dan pelimpahan jasa di tengah-tengah tanah untuk vihara tersebut. Pada tanggal 24 Mei 1995, dilaksanakan Upacara Peletakan Batu Pertama dan penanaman 2 pohon Boddhi yang dilakukan oleh Dirjen Bimas Hindu Buddha Departemen Agama RI, Bapak Drs. Ida Bagus Gde Putra dan pengurus yayasan serta para donatur. Upacara ini dihadiri oleh para Bhikkhu Sangha, pandita dan para umat Buddha.

Dalam sambutannya. Ketua Yayasan Buddha Sasana, Romo R Surya Widya menyampaikan, " Sejak tahun 1989 umat Buddha di Kelapa Gading telah berjuang untuk membangun sebuah vihara sebagai tempat Kebaktian, upaca ra keagamaan dan kegiatan umat Buddha dengan disain arsitektur Indonesia dengan cih Buddhis. Keinginan ini semua telah terwujud dengan usaha keras dan kerjasama semua pihak baik para umat Buddha, pengembang, pemerintah dan simpatisan dengan tekad, kemauan keyakinan dan kekuatan sendiri. Sehingga dapat terealisasi pembangunan Dhammasala seluas 24x24 meter persegi yang cukup luas dan dapat menampung sebagian umat Buddha yang berjumlah 8000 orang di lingkungan Jakarta Utara

Setelah semua persyaratan terpenuhi akhirnya pembangunan vihara dimulai sekitar pertengahan bulan Juli 1997 dengan pembangunan Dhammasala terlebih dahulu. Tahap pembangunan selanjutnya adalah ruang kontrol dan toilet dengan total seluas 600 meter persegi.

Karakteristik Gedung Dhammasala

Ruang Dhammasala berbentuk segi empat dengan ukuran 24x24 meter persegi, dengan tinggi dinding 5 meter dan tinggi atap 17 meter. Dinding kiri, kanan, dan depan Dhammasala dilengkapi dengan pintu lipat yang dapat dibuka, sehingga apabila jumlah umat peserta kebaktian melebihi kapasitas ruang Dhammasala, pintu lipat dapat dibuka untuk menampung mereka di selasar seputar Dhammasala

Atap gedung Dhammasala dibuat berbentuk Joglo atau rumah adat Jawa, terdiri dari tiga susunan atap sebagai simbol dari Tiratana, yaitu Buddha, Dhamma, dan Sanggha. Dibagian plafon yang paling tinggi dari atap gedung Dhammasala ini dipasang ukiran Dhammacakka yang terbuat dari kayu jati berukuran 2x2 meter persegi. Dan tepat dibawah ukiran ini terpasang lampu gantung berbentuk Replika Sembilan Naga Pandita yang bersayap melambangkan Ibu Pertiwi (menurut kepercayaan Jawa Kuno). Pada lampu gantung tersebut terdapat 33 kuntum bunga teratai yang tiap kuntumnya mempunyai 3 buah lampu sehingga total lampu sebanyak 99 buah. Replika ini di disain oleh seniman dari Solo, yang terbuat dari tembaga dan pembuatannya dilakukan di Oesa Cepogo di Lereng Merapi dengan ukuran lebar 5 meter, tinggi 3.5 meter, dan berat 620 kilogram. (Replika ini dibuat atas petunjuk Bhikkhu Pannavaro Mahathera dan disetujui disainnya oleh Bhikkhu Somhat Pavitto).

Keunikan lain dart DhammasaJa Vihara Buddha Sasana adalah dilengkapi dengan fasilitas duduk bagi para lansia di barisan belakang dengan kapasitas 50 tempat duduk. Fasilitas duduk lansia tersebut bukan berupa kursi, melainkan lantai yang dibuat seperti parit sehingga lansia yang sulit bersila dapat duduk di atas alas duduk di lantai sambil meletakkan kakinya di dalam parit tersebut.

Papan Nama V»hara Buddha Sasana juga terbuat dari tembaga dengan huruf tulisan bergaya Jawa Kuno.

Peresmian Vihara Buddha Sasana dilaksanakan dengan upacara keagamaan pada hari Minggu tanggal 8 Desember 1999 jam 09:09 WIB yang dihadiri oleh Bhikkhu Sangha, para umat Buddha dan donatur. Kemudian pembangunan toilet dan ruang kontrol juga selesai secara bersamaan. Untuk melengkapi fasilitas vihara maka yayasan kemudian meminta ijin kepada pemerintah daerah agar sisa lahan yang masih kosong dapat dipergunakan untuk taman dan lahan parkir.

COMING SOON
tab5
tab6